Halo semua! Selamat datang lagi di blog aku! Terimakasih ya
sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku di blog ini yang dikhususkan
untuk tugas mata kuliah Audit PR. Semoga bermanfaat untuk kalian yang sedang
membacanya.
Di tulisan aku kali ini, aku akan
membahas prosedur audit humas. Namun sebelum
aku membahas hal tersebut, aku akan memberikan penjelasan-penjelasan tentang kegiatan-kegiatan komunikasi khusus.
PROSEDUR AUDIT KOMUNIKASI
Howard
Greenbaum mengemukakan prosedur audit komunikasi yang dapat diterapkan pada
level sistem komunikasi secara keseluruhan/organizational system dan pada level
kegiatan-kegiatan komunikasi khusus/individual communication activity.
Setiap
audit komunikasi diawali dengan pemeriksaan atas organizational system yang
diikuti kegiatan-kegiatan komunikasi khusus, yang dapat membedakan fokus lokasi
bagi yang berminat di bidang komunikasi umum, iklim komunikasi organisasi dan
proses-proses komunikasi organisasinya.
Struktur Keseluruhan Sistem
Komunikasi
Pengkajian
secara makro dari sistem komunikasi bertolak dari tujuan organisasi dan
rencana-rencana organisasi, agar dapat menentukan kebijakan-kebijakan
komunikasi secara eksplisit maupun implisit. Bila tujuan-tujuan organisasi dan
kebijakan-kebijakan komunikasi telah diketahui selanjutnya diaplikasikan ke
dalam action/pelaksanaan. Langkahnya dengan menginventaris kegiatan-kegiatan
komunikasi dan analisis yang meliputi klasifikasi berbagai kegiatan komunikasi
menurut tingkatannya (individu, kelompok dan organisasi), menurut fungsi
komunikasi (informatif, pengaturan, persuasif, integratif).
Data
yang diperoleh ditambah materi-materi umum tentang pengaruh lingkungan atas
perilaku kepemimpinan merupakan faktor-faktor situasional organisasi. Informasi
tentang Sumber Daya Manusia yang dikaitkan dengan faktor-faktor situasional
organisasi ditambah pengetahuan tentang berbagai rencana, polesi,
tanggungjawab, metode pelaksanaan dan sikap-sikap, bisa digunakan sebagai dasar
untuk mengajukan saran perubahan dan program-program komunikasi yang men-support
seluruh sistem komunikasi.
Struktur Kegiatan Komunikasi Khusus
Aspek
mikro dari pengujian sistem komunikasi berkaitan dengan masing-masing kegiatan
komunikasi.
Langkahnya
: analisis tujuan komunikasi yang sudah dirumuskan menurut kinerja yang sesuai
untuk mengembangkan petunjuk tentang prosedur bagaimana kegiatan dilaksanakan.
(terlebih dulu membuat standar kinerja baik dalam bagian maupun keseluruhan).
Kriteria-kriteria
yang harus dikembangkan ; pesan media- saluran- ketepatan waktu-
kondisi-kondisi interaksi- arah- partisipasi- inisiatif- persiapan- feedback-
kejelasan arti/clarity- pengulangan/redundancy- dan berbagai sub klasifikasi
lain dalam perilaku komunikasi. Bandingkan data yang terkumpul dari kinerja
secara empiris dan standar kinerja yang telah dirumuskan, bila terjadi
penimpangan, menjadi bahan studi lanjutan. Pengkajian penyimpangan tersebut
dapat dijadikan landasan untuk perubahan-perubahan dalam kebijakan dan kegiatan
komunikasi khusus serta pelatihan dan tindakan pendukung mana yang dalam iklim
komunikasi – arus informasi- teknologi informasi- pesan kekuasaan- proses
interpersonal dan proses kelompok- kepemimpinan- konflik
Prosedur Audit Humas
Seperti
penggunaan metode penelitian lainnya, metode audit humas juga memiliki prosedur
tersendiri yang harus dilalui peneliti sehingga persyaratan ilmiah dapat
dipenuhi. Prosedur yang dimaksud dalam bahasan ini disebut tahapan yang perlu
diuraikan dan dilakukan dalam audit humas.
Berkaitan dengan tahap-tahap
penelitian audit humas, Moore (1989) dan Jones (Pavlik, 1987) membaginya
menjadi empat tahap :
Dari keempat tahap tersebut, dapat diuraikan
satu persatu sebagai berikut :
Pertama,
apa yang kita pikirkan, berkaitan dengan seseuatu yang ideal yang ingin dicapai
oleh suatu perusahaan atau lembaga. Maksud ideal di sini adalah tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu perusahaan atau lembaga, baik secara umum maupun
khusus.
Sesuatu yang ideal secara umum
biasanya akan terlihat pada tujuan suatu perusahaan atau lembaga. Sementara
itu, yang ideal secara khusus akan tergambar lebih konkret atau operasional
pada tujuan suatu bagian atau divisi humas dari perusahaan atau lembaga yang
bersangkutan. Untuk mengetahui apa yang dipikirkan (ideal) oleh suatu
perusahaan atau lembaga, sebetulnya cukup mengacu pada tujuan dari bagian atau
divisi humasnya.
Kalau tujuan tersebut sudah
tergambar secara jelas dalam arsip atau dokumen (data sekunder), tujuan yang
dimaksud sudah dapat dijadikan dasar acuan. Sebaliknya, bila tujuan kegiatan
humas internal publik dan eksternal publik belum ada yang didokumentasikan,
untuk mendapatkan tujuan yang dimaksud mau tidak mau peneliti melakukan
wawancara kepada pejabat humas atau orang yang ditunjuk untuk itu oleh suatu
perusahaan atau lembaga.
Tujuan
yang dimaksud dapat dipilah-pilah menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
diadakannya humas suatu perusahaan atau lembaga dapat dimasukkan ke dalam
tujuan umum. Sementara tujuan khusus berkaitan dengan tujuan dari kegiatan
internal dan eksternal publik. Bisa pula, tujuan khusus ini dibagi-bagi menjadi
berbagai subtujuan khusus. Kalau ini dilakukan, perlu diketahui secara spesifik
subtujuan khusus dari masing-masing kegiatan internal publik dan eksternal
publik.
Tujuan umum, khusus, dan subkhusus
yang dapat diteliti melalui audit humas hanyalah yang berkaitan dengan
pandangan internal dan eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga.
Pandangan di sini bisa berupa citra, persepsi, atau sikap internal dan
eksternal publik. Ini berarti, tujuan humas yang tidak berkaitan dengan citra,
persepsi, dan sikap bukanlah kajian audit humas dalam arti studi citra.
Karena audit humas masuk rumpun
penelitian kuantitatif, mau tidak mau tujuan masing-masing kegiatan hendaknya
dinyatakan secara kuantitatif pula. Kalau, misalnya, menurut pejabat humas
bahwa tujuan kegiatan internal publik adalah menumbuhkan citra perusahaan atau
lembaga yang baik bagi keryawannya, perlu ditanyakan pada intensitas berapa
citra baik yang diharapkan (idealnya) itu.
Jika citra yang baik dimaksudkan
adalah intensitas ketujuh, pengukurannya juga harus sampai pada intensitas
ketujuh. Bila citra yang baik itu dimaksudkan adalah intensitas kelima,
pengukurannya juga harus sampai pada intensitas kelima. Namun, yang perlu
diingat, pengukuran citra sebaiknya menggunakan skala semantic differential,
yang menggunakan interval intensitas penilaian terhadap suatu objek mulai dari
1 hingga 7. Tujuan yang sudah dinyatakan secara kuantitatif ini dalam
terminology audit humas disebut company ideal, yang dalam terminology
penelitian secara umum disebut sesuatu yang diharapkan atau das Sollen.
Kedua, menyelidiki apa yang mereka
pikirkan. Maksud “mereka” di sini adalah semua internal publik dan eksternal
publik dari suatu perusahaan atau lembaga yang akan diaudit. Masing-masing
publik (internal dan eksternal) diidentifiaksi, kemudian diurutkan mulai dari
yang paling penting hingga paling tidak penting. Untuk menentukan publik mana
yang paling penting hingga paling tidak penting dapat diperoleh melalui
wawancara kepada pejabat humas atau wakil perusahaan atau lembaga yang diberi
wewenang untuk itu. Bisa juga menggunakan data sekunder (kalau tersedia),
seperti buku panduan yang berisi uraian publik dan skala prioritas.
Maksud “pikirkan di sini adalah
pandangan atau penilaian dari internal dan eksternal publik terhadap perusahaan
atau lembaga. Dalam terminology penelitian, hal itu disebut das Sein atau
kenyataannya. Dalam terminology audit humas, hal itu disebut company actual.
Ini diperoleh melalui penelitian, yang umunya menggunakan daftar pertanyaan
atau kuesioner.
Kuesioner yang digunakan sebaiknya
disusun dengan memperhatikan skala semantic differential. Skala ini, kata
Zanden (1984:11), digunakan untuk mengukur arti tersirat dari suatu konsep
(seseorang, produk, sekelompok orang, sebuah lagu, partai politik, serang
kandidat, dan sebagainya). Alam kaitan dengan audit humas, konsep yang hendak
diukur mencakup lembaga dalam arti luas, seperti pimpinan lembaga, produk atau
jasa yang dihasilkan, pelayanan, kegiatan yang dilakukan, dan fisik lembaganya.
Di sini, sample diminta untuk menilai suatu konsep dalam suatu rangkaian
skala tujuh nilai dari dua kutub yang
berlawanan. Singkatnya, sample diminta untuk menilai suatu konsep atau objek
pada salah satu dari tujuh intensitas yang tersedia. Konsep atau objek yang
akan dinilai responden diformulasikan dalam kalimat pernyataan (deklaratif).
Ketiga, mengevaluasi perbedaan
antara dua sudut pandang dimaksudkan untuk melihat keberhasilan kegiatan yang
sudah dilaksanakan. Caranya dengan membandingkan apa yang “kita” pikirkan
(company ideal) dengan apa yang “mereka” pikirkan (company actual). Bila nilai
company ideal sama dengan nilai company actual, kegiatan yang dilakukan oleh
suatu perusahaan atau lembaga dapat dikatakan berhasil. Artinya, pandangan internal
publik dan eksternal publik dapat dikatakan baik atau positif terhadap suatu
perusahaan atau lembaga. Sebaliknya, bila nilai company actual tidak mencapai
nilai company ideal, kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau lembaga
dapat dikatakan belum berhasil. Dengan kata lain, pandangan internal publik dan
eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga belum baik atau belum
positif.
Evaluasi perbedaan seperti itu
terlihat terlalu umum. Artinya, dalam menilai berhasil tidaknya kegiatan yang
dilakukan oleh humas suatu perusahaan atau lembaga masih belum spesifik. Untuk
mengetahui hasil yang lebih spesifik, mau tidak mau evaluasi juga dilakukan
terhadap masing-masing kegiatan dari kegiatan internal dan eksternal. Melalui
evaluasi per kegiatan, akan diketahui setidaknya dua hal. Pertama, berhasil
tidaknya masing-masing kegiatan dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
(company ideal). Kedua, dari masing-masing kegiatan akan diketahui tahap-tahap
atau unsure-unsur mana atau apa saja yang berhasil dan yang mana atau apa pula
yang mengalami kegagalan. Spesifikasi hasil evaluasi tersebut akan sangat
membantu dalam membuat rekomendasi perbaikan kegiatan humas di masa mendatang.
Ketiga, menganjurkan program
komunikasi yang komprehensif, yang bertujuan untuk mengakhiri kesenjangan
tersebut. Pada tahap ini, biadanya dikemukan rekomendasi yang mengacu pada
hasil evaluasi (lihat tahap ketiga). Rekomendasi di sini dalam upaya
memperbaiki kegiatan humas di masa dating agar tercapai tujuan yang telah
ditetapkan, bahkan kalau dimungkinkan untuk lebih ditingkatkan.
Ada dua bentuk rekomendasi yang
dapat dikemukakan. Pertama, secara umum, dengan memeprhatikan hasil evaluasi
terhadap kegiatan internal publik dan eksternal publik. Di sini, rekomendasi
perbaikan diarahkan pada semua kegiatan yang belum mencapai hasil dan upaya apa
saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegiatan yang sudah mencapai
hasil.
Kedua, secara spesifik, di mana
rekomendasi diarahkan pada masing-masing tahap atau unsure dari setiap
kegiatan. Rekomendasi tahap kedua ini akan sangat berharga dalam memperbaiki
tahap-tahap atau unsur-unsur dari suatu kegiatan yang belum mencapai tujuan.
Termasuk pula dalam upaya untuk meningkatkan pencapaian dari setiap tahap atau
unsure yang sudah mencapai tujuan.
Lanjut bahas tentang model model yaaaa!
Lanjut bahas tentang model model yaaaa!
MODEL
AUDIT KOMUNIKASI
MODEL
STRUKTUR KONSEPTUAL
Menurut
Howard Green Baum Komunikasi keorganisasian sebagai sebuah sistem memiliki
maksud atau tujuan akhir (purpose), tata kerja atau prosedur pelaksanaan
(operational prosedures) dan struktur (structures) Sistem komunikasi
keorganisasian memadukan sekelompok sub sistem, yakni jaringan-jaringan
komunikasi fungsional, yang masing-masing terkait pada tujuan organisasi.
Dalam
teori komunikasi organisasi dikenal empat subsistem komunikasi pokok:
1.
Jaringan komunikasi regulasi (regulative)
2.
inovasi (innovative)
3.
integrasi (integrative)
4.
informasi (informative) atau instruksi (instructive)
Dilihat
dari kepentingan organisasi, jaringan komunikasi tersebut bermanfaat untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi, yang menurut James Price (1968) dapat
dibedakan menjadi 4 kategori, yakni:
1.
Keseragaman (conformity)
2.
Penyesuaian (adaptiveness)
3.
Semangat kerja (morale)
4.
Pelembagaan (institutionalization)
MODEL
EVALUASI KOMUNIKASI
Model
Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Evaluation; disingkat
OCE) merupakan pemeriksaan dan penilaian atas praktek dan kegiatan-kegiatan
komunikasi pada situasi tertentu.
Sebagai
perspektif fungsional, OCE membangun data tentang variabel penting yang terkait
dengan kerja sistem komunikasi, seperti fungsi-fungsi komunikasi, jaringan
komunikasi, sistem-sistem komunikasi formal dan informal, proses-proses
komunikasi dalam konteks berpasangan (dyadic), kelompok (group) dan publik
(public). Manfaat dari OCE tidak dapat dilihat secara langsung dan gamblang,
karena sering disertai munculnya masalah-masalah etika yang membutuhkan
pertimbangan bijaksana.
MODEL
PROFIL KOMUNIKASI KEORGANISASIAN
Profil
Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Profile) disingkat OCP
pada dasarnya merupakan model analisis fungsional sistem organisasi.”Analisis fungsional
secara sederhana dapat diuraikan sebagai ”penggunaan pengetahuan dari ilmu
sosial untuk memeriksa keadaan masa kini (dalam) suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk menemukan jalan-jalan yang dapat digunakan untuk
memperbaikinya”.
Proses
dalam organisasi, menurut pengamatan Edgar Schein (1969) meliputi 6 unsur
kritis yang selalu membutuhkan pemeriksaan, yaitu:
1.
Komunikasi
2.
Peran dan fungsi masing-masing anggota dalam berbagai kelompok (member
roles
dan functions in groups)
3.
Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan kelompok (group problem solving dan
decision making)
4.
Norma-norma kelompok dan pertumbuhan kelompok (group norms and decision making)
5.
Kepemimpinan dan kewenangan (leadership and authority)
6.
Kerjasama maupun persaingan antar kelompok
Pemeriksanaan
atas proses organisasi mempunyai dasar etiologis , yakni menentukan sumber
penyebab dari peristiwa. Misalnya mencari situasi tertentu mana suatu jens
ganjaran dapat meningkatkan komitmen karyawan.
Pembuat
analisis fungsional mencoba mencari faktor-faktor penyebab atau pengaruh yang
menimbulkan persoalan-persoalan yang timbul dengan harapan ia dapat mengatasi
persoalan-persoalan tersebut.
Model
analisis fungsional ini memandang komunikasi keorganisasian sebagai faktor
penyebab efektif dan tidak efektifnya kerja fungsional organisasi atau sebagai
simtom atau gejala tidak sehatnya organisasi. Secara positif dapat dikatakan
bahwa proses komunikasi atau kemantapan proses komunikasi dapat menimbulkan
hubungan kerja yang efektif dan produktivitas yang tinggi.
Atau
secara negatif pemeriksaan proses komunikasi dapat menghasilkan informasi yang
dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa kritis-berbagai simptom-dalam organisasi,
seperti ketidakpuasan karyawan, anjloknya produktivitas, keresahan karyawan,
meningkatnya jumlah karyawan yang keluar dan mengendornya kerjasama kelompok.
Gangguan dari berbagai variabel dalam proses komunikasi, seperti distorsi
informasi, hambatan-hambatan dalam iklim komunikasi, arus informasi, teknologi
komunikasi, pesan kekuasaan, proses interpersonal dan proses kelompok,
kepemimpinan dan konflik dapat dilihat sebagai sumber ketidakefetifan
organisasi maupun sebagai dampak dari ketidakefektifan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut
Pertama, audit humas sangat bermanfaat untuk mengetahui posisi suatu perusahaan atau lembaga bagi publiknya, baik internal publik maupun eksternal publik. Posisi di sini dapat diartikan sebagai penilaian publik yang berupa pandangan mereka terhadap suatu perusahaan atau lembaga. Penilaian itu dapat berupa citra, sikap dan persepsi publik terhadap perusahaan atau lembaga.
Pertama, audit humas sangat bermanfaat untuk mengetahui posisi suatu perusahaan atau lembaga bagi publiknya, baik internal publik maupun eksternal publik. Posisi di sini dapat diartikan sebagai penilaian publik yang berupa pandangan mereka terhadap suatu perusahaan atau lembaga. Penilaian itu dapat berupa citra, sikap dan persepsi publik terhadap perusahaan atau lembaga.
Kedua, penilaian yang berupa pandangan publik tersebut perlu dipantau karena dapat berpengaruh pada suatu perusahaan. Berpengaruh di sini tentu dalam arti dapat memberi dampak terhadap perkembangan atau kemajuan suatu lembaga. Dampak tersebut akan semakin besar bila yang menilai buruk tersebut dating dari publik yang dinilai penting. Bank misalnya, nasabah tentu saja dianggap penting. Bila publik ini menilai suatu bank buruk, tentu akan merugikan bank tersebut.
Ketiga, untuk mengetahui penilaian atau pandangan publik tersebut, metode audit humas menawarkan empat tahap. Keempat tahap itu merupakan langkah-langkah praktis yang sebetulnya dapat dilakukan dengan mudah oleh praktisi humas.
Keempat, melalui hasil audit humas akan diketahui pula kegiatan-kegiatan apa saja yang mencapai tujuan dan kegiatan mana yang belum. Bahkan metode ini meskipun sederhana, mampu mendeteksi kegiatan-kegiatan yang sama sekali gagal.
Kelima, dengan diketahuinya kegiatan yang berhasil dan yang gagal, akan memudahkan pejabat humas untuk memperbaikinya. Semua kegiatan humas pada waktu yang sama dapat segera diperbaiki atau disempurnakan.