Sabtu, 29 Februari 2020

PROSEDUR MENGAUDIT PR

Halo semua! Selamat datang lagi di blog aku! Terimakasih ya sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku di blog ini yang dikhususkan untuk tugas mata kuliah Audit PR. Semoga bermanfaat untuk kalian yang sedang membacanya.
Di tulisan aku kali ini, aku akan membahas prosedur audit humas. Namun sebelum aku membahas hal tersebut, aku akan memberikan penjelasan-penjelasan tentang kegiatan-kegiatan komunikasi khusus.
PROSEDUR AUDIT KOMUNIKASI
Howard Greenbaum mengemukakan prosedur audit komunikasi yang dapat diterapkan pada level sistem komunikasi secara keseluruhan/organizational system dan pada level kegiatan-kegiatan komunikasi khusus/individual communication activity.
Setiap audit komunikasi diawali dengan pemeriksaan atas organizational system yang diikuti kegiatan-kegiatan komunikasi khusus, yang dapat membedakan fokus lokasi bagi yang berminat di bidang komunikasi umum, iklim komunikasi organisasi dan proses-proses komunikasi organisasinya.
Struktur Keseluruhan Sistem Komunikasi
Pengkajian secara makro dari sistem komunikasi bertolak dari tujuan organisasi dan rencana-rencana organisasi, agar dapat menentukan kebijakan-kebijakan komunikasi secara eksplisit maupun implisit. Bila tujuan-tujuan organisasi dan kebijakan-kebijakan komunikasi telah diketahui selanjutnya diaplikasikan ke dalam action/pelaksanaan. Langkahnya dengan menginventaris kegiatan-kegiatan komunikasi dan analisis yang meliputi klasifikasi berbagai kegiatan komunikasi menurut tingkatannya (individu, kelompok dan organisasi), menurut fungsi komunikasi (informatif, pengaturan, persuasif, integratif).
Data yang diperoleh ditambah materi-materi umum tentang pengaruh lingkungan atas perilaku kepemimpinan merupakan faktor-faktor situasional organisasi. Informasi tentang Sumber Daya Manusia yang dikaitkan dengan faktor-faktor situasional organisasi ditambah pengetahuan tentang berbagai rencana, polesi, tanggungjawab, metode pelaksanaan dan sikap-sikap, bisa digunakan sebagai dasar untuk mengajukan saran perubahan dan program-program komunikasi yang men-support seluruh sistem komunikasi.
Struktur Kegiatan Komunikasi Khusus
Aspek mikro dari pengujian sistem komunikasi berkaitan dengan masing-masing kegiatan komunikasi.
Langkahnya : analisis tujuan komunikasi yang sudah dirumuskan menurut kinerja yang sesuai untuk mengembangkan petunjuk tentang prosedur bagaimana kegiatan dilaksanakan. (terlebih dulu membuat standar kinerja baik dalam bagian maupun keseluruhan).
Kriteria-kriteria yang harus dikembangkan ; pesan media- saluran- ketepatan waktu- kondisi-kondisi interaksi- arah- partisipasi- inisiatif- persiapan- feedback- kejelasan arti/clarity- pengulangan/redundancy- dan berbagai sub klasifikasi lain dalam perilaku komunikasi. Bandingkan data yang terkumpul dari kinerja secara empiris dan standar kinerja yang telah dirumuskan, bila terjadi penimpangan, menjadi bahan studi lanjutan. Pengkajian penyimpangan tersebut dapat dijadikan landasan untuk perubahan-perubahan dalam kebijakan dan kegiatan komunikasi khusus serta pelatihan dan tindakan pendukung mana yang dalam iklim komunikasi – arus informasi- teknologi informasi- pesan kekuasaan- proses interpersonal dan proses kelompok- kepemimpinan- konflik
Prosedur Audit Humas
Seperti penggunaan metode penelitian lainnya, metode audit humas juga memiliki prosedur tersendiri yang harus dilalui peneliti sehingga persyaratan ilmiah dapat dipenuhi. Prosedur yang dimaksud dalam bahasan ini disebut tahapan yang perlu diuraikan dan dilakukan dalam audit humas.
            Berkaitan dengan tahap-tahap penelitian audit humas, Moore (1989) dan Jones (Pavlik, 1987) membaginya menjadi empat tahap :
*   
 Dari keempat tahap tersebut, dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut :
Pertama, apa yang kita pikirkan, berkaitan dengan seseuatu yang ideal yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan atau lembaga. Maksud ideal di sini adalah tujuan yang hendak dicapai oleh suatu perusahaan atau lembaga, baik secara umum maupun khusus.
            Sesuatu yang ideal secara umum biasanya akan terlihat pada tujuan suatu perusahaan atau lembaga. Sementara itu, yang ideal secara khusus akan tergambar lebih konkret atau operasional pada tujuan suatu bagian atau divisi humas dari perusahaan atau lembaga yang bersangkutan. Untuk mengetahui apa yang dipikirkan (ideal) oleh suatu perusahaan atau lembaga, sebetulnya cukup mengacu pada tujuan dari bagian atau divisi humasnya.
            Kalau tujuan tersebut sudah tergambar secara jelas dalam arsip atau dokumen (data sekunder), tujuan yang dimaksud sudah dapat dijadikan dasar acuan. Sebaliknya, bila tujuan kegiatan humas internal publik dan eksternal publik belum ada yang didokumentasikan, untuk mendapatkan tujuan yang dimaksud mau tidak mau peneliti melakukan wawancara kepada pejabat humas atau orang yang ditunjuk untuk itu oleh suatu perusahaan atau lembaga.
Tujuan yang dimaksud dapat dipilah-pilah menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan diadakannya humas suatu perusahaan atau lembaga dapat dimasukkan ke dalam tujuan umum. Sementara tujuan khusus berkaitan dengan tujuan dari kegiatan internal dan eksternal publik. Bisa pula, tujuan khusus ini dibagi-bagi menjadi berbagai subtujuan khusus. Kalau ini dilakukan, perlu diketahui secara spesifik subtujuan khusus dari masing-masing kegiatan internal publik dan eksternal publik.
            Tujuan umum, khusus, dan subkhusus yang dapat diteliti melalui audit humas hanyalah yang berkaitan dengan pandangan internal dan eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga. Pandangan di sini bisa berupa citra, persepsi, atau sikap internal dan eksternal publik. Ini berarti, tujuan humas yang tidak berkaitan dengan citra, persepsi, dan sikap bukanlah kajian audit humas dalam arti studi citra.
            Karena audit humas masuk rumpun penelitian kuantitatif, mau tidak mau tujuan masing-masing kegiatan hendaknya dinyatakan secara kuantitatif pula. Kalau, misalnya, menurut pejabat humas bahwa tujuan kegiatan internal publik adalah menumbuhkan citra perusahaan atau lembaga yang baik bagi keryawannya, perlu ditanyakan pada intensitas berapa citra baik yang diharapkan (idealnya) itu.
            Jika citra yang baik dimaksudkan adalah intensitas ketujuh, pengukurannya juga harus sampai pada intensitas ketujuh. Bila citra yang baik itu dimaksudkan adalah intensitas kelima, pengukurannya juga harus sampai pada intensitas kelima. Namun, yang perlu diingat, pengukuran citra sebaiknya menggunakan skala semantic differential, yang menggunakan interval intensitas penilaian terhadap suatu objek mulai dari 1 hingga 7. Tujuan yang sudah dinyatakan secara kuantitatif ini dalam terminology audit humas disebut company ideal, yang dalam terminology penelitian secara umum disebut sesuatu yang diharapkan atau das Sollen.
            Kedua, menyelidiki apa yang mereka pikirkan. Maksud “mereka” di sini adalah semua internal publik dan eksternal publik dari suatu perusahaan atau lembaga yang akan diaudit. Masing-masing publik (internal dan eksternal) diidentifiaksi, kemudian diurutkan mulai dari yang paling penting hingga paling tidak penting. Untuk menentukan publik mana yang paling penting hingga paling tidak penting dapat diperoleh melalui wawancara kepada pejabat humas atau wakil perusahaan atau lembaga yang diberi wewenang untuk itu. Bisa juga menggunakan data sekunder (kalau tersedia), seperti buku panduan yang berisi uraian publik dan skala prioritas.
            Maksud “pikirkan di sini adalah pandangan atau penilaian dari internal dan eksternal publik terhadap perusahaan atau lembaga. Dalam terminology penelitian, hal itu disebut das Sein atau kenyataannya. Dalam terminology audit humas, hal itu disebut company actual. Ini diperoleh melalui penelitian, yang umunya menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner.
            Kuesioner yang digunakan sebaiknya disusun dengan memperhatikan skala semantic differential. Skala ini, kata Zanden (1984:11), digunakan untuk mengukur arti tersirat dari suatu konsep (seseorang, produk, sekelompok orang, sebuah lagu, partai politik, serang kandidat, dan sebagainya). Alam kaitan dengan audit humas, konsep yang hendak diukur mencakup lembaga dalam arti luas, seperti pimpinan lembaga, produk atau jasa yang dihasilkan, pelayanan, kegiatan yang dilakukan, dan fisik lembaganya. Di sini, sample diminta untuk menilai suatu konsep dalam suatu rangkaian skala  tujuh nilai dari dua kutub yang berlawanan. Singkatnya, sample diminta untuk menilai suatu konsep atau objek pada salah satu dari tujuh intensitas yang tersedia. Konsep atau objek yang akan dinilai responden diformulasikan dalam kalimat pernyataan (deklaratif).
            Ketiga, mengevaluasi perbedaan antara dua sudut pandang dimaksudkan untuk melihat keberhasilan kegiatan yang sudah dilaksanakan. Caranya dengan membandingkan apa yang “kita” pikirkan (company ideal) dengan apa yang “mereka” pikirkan (company actual). Bila nilai company ideal sama dengan nilai company actual, kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau lembaga dapat dikatakan berhasil. Artinya, pandangan internal publik dan eksternal publik dapat dikatakan baik atau positif terhadap suatu perusahaan atau lembaga. Sebaliknya, bila nilai company actual tidak mencapai nilai company ideal, kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau lembaga dapat dikatakan belum berhasil. Dengan kata lain, pandangan internal publik dan eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga belum baik atau belum positif.
            Evaluasi perbedaan seperti itu terlihat terlalu umum. Artinya, dalam menilai berhasil tidaknya kegiatan yang dilakukan oleh humas suatu perusahaan atau lembaga masih belum spesifik. Untuk mengetahui hasil yang lebih spesifik, mau tidak mau evaluasi juga dilakukan terhadap masing-masing kegiatan dari kegiatan internal dan eksternal. Melalui evaluasi per kegiatan, akan diketahui setidaknya dua hal. Pertama, berhasil tidaknya masing-masing kegiatan dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (company ideal). Kedua, dari masing-masing kegiatan akan diketahui tahap-tahap atau unsure-unsur mana atau apa saja yang berhasil dan yang mana atau apa pula yang mengalami kegagalan. Spesifikasi hasil evaluasi tersebut akan sangat membantu dalam membuat rekomendasi perbaikan kegiatan humas di masa mendatang.
            Ketiga, menganjurkan program komunikasi yang komprehensif, yang bertujuan untuk mengakhiri kesenjangan tersebut. Pada tahap ini, biadanya dikemukan rekomendasi yang mengacu pada hasil evaluasi (lihat tahap ketiga). Rekomendasi di sini dalam upaya memperbaiki kegiatan humas di masa dating agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan, bahkan kalau dimungkinkan untuk lebih ditingkatkan.
            Ada dua bentuk rekomendasi yang dapat dikemukakan. Pertama, secara umum, dengan memeprhatikan hasil evaluasi terhadap kegiatan internal publik dan eksternal publik. Di sini, rekomendasi perbaikan diarahkan pada semua kegiatan yang belum mencapai hasil dan upaya apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegiatan yang sudah mencapai hasil.
            Kedua, secara spesifik, di mana rekomendasi diarahkan pada masing-masing tahap atau unsure dari setiap kegiatan. Rekomendasi tahap kedua ini akan sangat berharga dalam memperbaiki tahap-tahap atau unsur-unsur dari suatu kegiatan yang belum mencapai tujuan. Termasuk pula dalam upaya untuk meningkatkan pencapaian dari setiap tahap atau unsure yang sudah mencapai tujuan.

Lanjut bahas tentang model model yaaaa!

MODEL AUDIT KOMUNIKASI
MODEL STRUKTUR KONSEPTUAL
Menurut Howard Green Baum Komunikasi keorganisasian sebagai sebuah sistem memiliki maksud atau tujuan akhir (purpose), tata kerja atau prosedur pelaksanaan (operational prosedures) dan struktur (structures) Sistem komunikasi keorganisasian memadukan sekelompok sub sistem, yakni jaringan-jaringan komunikasi fungsional, yang masing-masing terkait pada tujuan organisasi.
Dalam teori komunikasi organisasi dikenal empat subsistem komunikasi pokok:
1. Jaringan komunikasi regulasi (regulative)
2. inovasi (innovative)
3. integrasi (integrative)
4. informasi (informative) atau instruksi (instructive)
Dilihat dari kepentingan organisasi, jaringan komunikasi tersebut bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, yang menurut James Price (1968) dapat dibedakan menjadi 4 kategori, yakni:
1. Keseragaman (conformity)
2. Penyesuaian (adaptiveness)
3. Semangat kerja (morale)
4. Pelembagaan (institutionalization)
MODEL EVALUASI KOMUNIKASI
Model Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Evaluation; disingkat OCE) merupakan pemeriksaan dan penilaian atas praktek dan kegiatan-kegiatan komunikasi pada situasi tertentu.
Sebagai perspektif fungsional, OCE membangun data tentang variabel penting yang terkait dengan kerja sistem komunikasi, seperti fungsi-fungsi komunikasi, jaringan komunikasi, sistem-sistem komunikasi formal dan informal, proses-proses komunikasi dalam konteks berpasangan (dyadic), kelompok (group) dan publik (public). Manfaat dari OCE tidak dapat dilihat secara langsung dan gamblang, karena sering disertai munculnya masalah-masalah etika yang membutuhkan pertimbangan bijaksana.

MODEL PROFIL KOMUNIKASI KEORGANISASIAN
Profil Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Profile) disingkat OCP pada dasarnya merupakan model analisis fungsional sistem organisasi.”Analisis fungsional secara sederhana dapat diuraikan sebagai ”penggunaan pengetahuan dari ilmu sosial untuk memeriksa keadaan masa kini (dalam) suatu organisasi yang dimaksudkan untuk menemukan jalan-jalan yang dapat digunakan untuk memperbaikinya”.
Proses dalam organisasi, menurut pengamatan Edgar Schein (1969) meliputi 6 unsur kritis yang selalu membutuhkan pemeriksaan, yaitu:
1. Komunikasi
2. Peran dan fungsi masing-masing anggota dalam berbagai kelompok (member
roles dan functions in groups)
3. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan kelompok (group problem solving dan decision making)
4. Norma-norma kelompok dan pertumbuhan kelompok (group norms and decision making)
5. Kepemimpinan dan kewenangan (leadership and authority)
6. Kerjasama maupun persaingan antar kelompok
Pemeriksanaan atas proses organisasi mempunyai dasar etiologis , yakni menentukan sumber penyebab dari peristiwa. Misalnya mencari situasi tertentu mana suatu jens ganjaran dapat meningkatkan komitmen karyawan.
Pembuat analisis fungsional mencoba mencari faktor-faktor penyebab atau pengaruh yang menimbulkan persoalan-persoalan yang timbul dengan harapan ia dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Model analisis fungsional ini memandang komunikasi keorganisasian sebagai faktor penyebab efektif dan tidak efektifnya kerja fungsional organisasi atau sebagai simtom atau gejala tidak sehatnya organisasi. Secara positif dapat dikatakan bahwa proses komunikasi atau kemantapan proses komunikasi dapat menimbulkan hubungan kerja yang efektif dan produktivitas yang tinggi.
Atau secara negatif pemeriksaan proses komunikasi dapat menghasilkan informasi yang dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa kritis-berbagai simptom-dalam organisasi, seperti ketidakpuasan karyawan, anjloknya produktivitas, keresahan karyawan, meningkatnya jumlah karyawan yang keluar dan mengendornya kerjasama kelompok. Gangguan dari berbagai variabel dalam proses komunikasi, seperti distorsi informasi, hambatan-hambatan dalam iklim komunikasi, arus informasi, teknologi komunikasi, pesan kekuasaan, proses interpersonal dan proses kelompok, kepemimpinan dan konflik dapat dilihat sebagai sumber ketidakefetifan organisasi maupun sebagai dampak dari ketidakefektifan tersebut.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut 
Pertama, audit humas sangat bermanfaat untuk mengetahui posisi suatu perusahaan atau lembaga bagi publiknya, baik internal publik maupun eksternal publik. Posisi di sini dapat diartikan sebagai penilaian publik yang berupa pandangan mereka terhadap suatu perusahaan atau lembaga. Penilaian itu dapat berupa citra, sikap dan persepsi publik terhadap perusahaan atau lembaga.
     Kedua, penilaian yang berupa pandangan publik tersebut perlu dipantau karena dapat berpengaruh pada suatu perusahaan. Berpengaruh di sini tentu dalam arti dapat memberi dampak terhadap perkembangan atau kemajuan suatu lembaga. Dampak tersebut akan semakin besar bila yang menilai buruk tersebut dating dari publik yang dinilai penting. Bank misalnya, nasabah tentu saja dianggap penting. Bila publik ini menilai suatu bank buruk, tentu akan merugikan bank tersebut.
  Ketiga, untuk mengetahui penilaian atau pandangan publik tersebut, metode audit humas menawarkan empat tahap. Keempat tahap itu merupakan langkah-langkah praktis yang sebetulnya dapat dilakukan dengan mudah oleh praktisi humas.
    Keempat, melalui hasil audit humas akan diketahui pula kegiatan-kegiatan apa saja yang mencapai tujuan dan kegiatan mana yang belum. Bahkan metode ini meskipun sederhana, mampu mendeteksi kegiatan-kegiatan yang sama sekali gagal.
   Kelima, dengan diketahuinya kegiatan yang berhasil dan yang gagal, akan memudahkan pejabat humas untuk memperbaikinya. Semua kegiatan humas pada waktu yang sama dapat segera diperbaiki atau disempurnakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar